Rabu, 10 Agustus 2011

Kapan Terakhir Kita Gratis Menghirup Udara Bersih, | Pecinta Alam

Salam parlin2002 Untuk Indonesia,
Salam Lestari....
Hal yang paling tidak mengenakkan dan sangat tersiksa bagi pengendara motor atau sepeda onthel dan pejalan kaki adalah disaat kita berhenti di lampu merah atau menyeberangi zebra cross di jalan raya kota besar maupun di kota kecil adalah panas menyengat dan menghirup udara kotor karena polusi yang berlebihan.
oke,sudah bisa ditebak kan???
Apakah Anda pernah mengalami hal di atas ataukah justru sudah terbiasakah???
hmmm....Bila saja Anda bisa sejenak meluangkan waktu dari kesibukan hiruk pikuknya dunia dengan segala aktivitasnya yang semakin hari makin membebani kita.
Untuk sekedar berandai-andai jika saja di suatu hari kita berada di sebuah tempat yang sejuk nan hijau di mana kita bersantai menghirup udara segar dan bersantai ria bersama orang terdekat anda atau Keluarga tercinta bercengkerama sendau gurau....wahhhh pasti itu sebuah hal yang langka terjadi dan tentunya bisa menjadi hal yang mahal.
Anda bandingkan saja sendiri perbedaannya ....





Semakin Hari,Bumi kita ini semakin tidak terawat dan semakin kotor oleh ulah makhluk yang di sebut MANUSIA...Makhluk terbaik ciptaan Tuhan yang mempunyai kelebihan bisa berfikir dengan senjata apa yang di sebut AKAL
Dan Senjata itu tidak bisa berjalan seimbang dikarenakan faktor serakah,tidak peduli,masa bodoh dengan semuanya karena AKAL tidak lagi bisa berfikir karena hanya mengejar keuntungan pribadi dan kepentingan ambisi.lho...kok malah menghakimi ujung-ujungnya apa hubungannya dengan judul di atas.

Pembangunan besar-besaran di berbagai hal bidang memang berdampak positif dengan kemajuan dan kepentingan umum masyarakat seperti nilai ekonomis,fasilitas umum dan lain-lain.
Pembangunan di berbagai infrastruktur tanpa melihat keseimbangan kepentingan alam lama-lama akan berdampak buruk  di kemudian hari seperti bencana alam,kerusakan hutan,pencemaran sungai dan laut,udara yang kotor.Kota Cilegon misalnya...kota yang sangat nyaman dan sejuk...he..he...apalagi ibukota.
Dan itu akan dan pasti terjadi di berbagai kota lainnya apabila mulai sekarang kita tidak memulai untuk mencegahnya.Apakah kemajuan jaman harus mengorbankan kemajuan hidup anak cucu kita kelak nanti???

Kota setingkat kecamatan pun sudah terasa sekali akan hal di atas...di mana kota yang justru semakin giat dengan segala pembangunan dan perlengkapan fasilitas standar kota besar...waduhhh!
Kepadatan penduduk di Pulau Jawa ini memang secara tidak langsung meminggirkan kepentingan Alam,mau tidak mau tapi apakah proses penghancuran ini kita biarkan saja dengan mudahnya???
Eksploitasi alam  besar-besaran akan terus terjadi,dan kerusakan alam semakin nyata di hadapan mata kita.
Dan kita tetap saja melaluinya seolah tidak akan terjadi apa-apa...

Dan kita akan merogoh kocek dalam-dalam hanya sekedar untuk menghirup udara sejuk nan segar di pelosok desa (tentunya pasti enggan ke sana karena jauh dan gak ada waktu) atau harus mendaki gunung yang tinggi nan melelahkan( itu pun Gunung yang di kawasan cagar alam atau taman nasional)  bahkan kalau perlu menyeberang lautan ke pulau terpencil yang masih alami he..he....mari mari kita harus rajin menabung untuk itu.

Mungkin banyak dari kita menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah suatu masalah yang perlu kita risaukan. “Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?” barangkali begitulah kita berpikir.
Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,3 oC. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.
Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17 oC per tahun. Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 oC per tahun. Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia , yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.
Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daerah-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.



Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi – termasuk laut di seputar Indonesia – terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.
Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi.
Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%), dan clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.



Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia, melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi bisa menghirup udara bersih.
Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Cara-cara praktis dan sederhana ‘mendinginkan’ bumi :
1.        Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telpon genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).
2.        Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
3.        Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
4.        Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24 oC).
5.        Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
6.        Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
7.        Tanam pohon di lingkungan sekitar kita.
8.        Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.
9.        Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
10.     Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
11.     Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau kita juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.
12.     Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.



Suatu saat tulisan ini terjawab pertanyaannya,Kapan Terakhir Kita Gratis Menghirup Udara Bersih????
Semoga para aktifis peduli alam masih mempunyai semangat mengajak khalayak umum untuk kembali  ke alam,kembali hijau( go green) menyelamatkan dan mencegah kerusakan alam .
Semoga para politisi dan pengusaha kaya bisa memahami kepentingan alam ini di samping kepentingan mereka sendiri....sebelum kita dipaksa membayar sekedar satu hirup udara segar dalam suatu label kemasan....!!!
(info :annida-online.com dan berbagai sumber di website)



0 komentar:

Posting Komentar